Pesona Kota Kecil Kiama

Burung Camar di Kiama Seaside Market
Kiama (dibaca Kayama) adalah kota kecil di pinggir laut, terletak 120 km sebelah selatan Sydney, yang bisa dicapai dengan berkendara selama dua jam atau naik kereta South Coast Line dari stasiun Central. Kiama ini bisa dijadikan alternatif 'Day Trip' dari Sydney, untuk merasakan suasana kota kecil yang tenang dan tidak hiruk pikuk.

Kami berkunjung ke Kiama musim panas dua tahun yang lalu (2009), dengan menginap dua malam di Kiama Cove Motel, yang letaknya sangat strategis, dekat dengan pantai dan atraksi wisata. Sebelum jalan-jalan ke Kiama, kami menghabiskan hari Sabtu di Jamberoo Water Park, taman bermain yang mirip dengan Waterbom di Jakarta atau Bali. Sabtu malam kami beristirahat di motel. Baru Minggu paginya kami memulai petualangan menjelajah kota kecil ini dengan berjalan kaki.

Jalan-jalan di Kiama, terasa banget suasana kota kecilnya, orang lalu lalang yang tidak terlalu ramai dan tidak tergesa-gesa, udara yang lebih segar (meskipun Sydney jauh lebih segar daripada Surabaya), dan tiadanya gedung-gedung pencakar langit. Nggak heran Kiama jadi pilihan melarikan diri sejenak dari rutinitas kerja di Sydney. Dari motel, kami berjalan menuju pelabuhan Kiama, melewati bangunan-bangunan tua seperti kantor pos yang dicat warna pink, dan juga gedung tua yang dijadikan kantor bank.
Kantor Pos pink
Beruntung kami ke Kiama bertepatan dengan digelarnya Pasar Minggu (Kiama Seaside Market) setiap minggu ketiga tiap bulannya. Di pasar ini dijual bermacam-macam benda kerajinan, mainan, baju, tanaman, buah segar, makanan dan minuman. Saya senang melihat-lihat keramaian di pinggir pantai Black Beach ini. Di sini juga digelar beberapa permainan anak-anak, termasuk atraksi memberi makan hewan ternak.
Untuk Little A, kami membelikan kincir angin dari kertas. Mainan ini kenangan masa kecil saya, dibeli tiap pasar malam sekaten. Kami juga membeli banyak boneka bekas seharga 50 sen satunya. Selesai melihat-lihat pasar, giliran Big A yang ingin naik komidi putar. Big A juga mencoba memberi makan biri-biri. Pertamanya dia takut banget dan sempat dikejar oleh kambing jantan. Saya sih nggak begitu tertarik dengan hewan ternak. Maklum orang desa, sudah biasa lihat kambing, ayam dan bebek :p
Pigura dan Gambar yang dijual di pasar
Roti Sourdough rumahan yang dijual di pasar Kiama
Big A dan Si Ayah memberi makan biri-biri
Puas melihat-lihat pasar, kami meneruskan jalan-jalan ke Kiama Harbour. Kiama punya dermaga kecil untuk berlabuh kapal-kapal penangkap ikan, baik yang komersial maupun sekedar untuk hobi memancing. Masih dengan cuaca mendung dan angin dingin yang sejuk, kami menyusuri jalan di pinggir pelabuhan yang bersih. Mata kami menangkap beberapa burung pelikan berenang dengan anggun, menuju bibir pelabuhan tempat orang-orang bersiap dengan kamera sakunya.

Seperti burung-burung lainnya, burung pelikan di sini tidak takut dengan manusia. Maklumlah, di sini tidak ada orang yang 'nekat' menembak atau menangkap burung. Mungkin orang sini akan ngeri kalau berkunjung ke Jogja atau Solo dan mendapati menu burung dara goreng di warung-warung. Asyik rasanya melihat burung-burung bebas berkeliaran di mana-mana. Di taman-taman kota biasanya ada burung dara, burung bangau, robin dan jalak. Sementara di pinggir pantai ramai dengan burung camar. Burung pelikan di sini dijadikan simbol kota Kiama. 
Dermaga kecil Kiama
Rock Pool

Big A berguling-guling di rerumputan
Little A sibuk memetik bunga liar
Puas memotret burung pelikan yang cantik, kami melanjutkan perjalanan menuju mercusuar. Jalannya naik menuju bukit. Lumayan capek, tapi setelah sampai di atas, pemandangannya langsung mengalahkan pegal di kaki. Di dekat mercusuar ada padang rumput luas yang ditumbuhi bunga-bunga liar dengan pemandangan ke laut lepas. Kami menghabiskan banyak waktu duduk-duduk di situ, memandang Little A berlarian dan mencabuti bunga-bunga kuning kecil dan Big A berguling-guling menuruni bukit. 

Di dekat mercusuar ada satu atraksi wisata yang terkenal di Kiama, yaitu Blowhole. Ombak dari laut yang terperangkap di batu-batu karang membuat semacam 'ledakan air' dengan suara berisik. Blowhole ini cukup menghibur dan merupakan atraksi yang wajib disinggahi oleh pengunjung Kiama. 
Blowhole Kiama
Yang sadar kamera cuma The Emak
Di depan visitor centre
Saat jam makan siang, kami menggelar piknik di rerumputan dekat mercusuar, bersama teman-teman yang melakukan Day Trip dengan memanfaatkan Family Funday Fare dari Sydney. Menu makan siang kami kali ini adalah Panfried fish with homemade tartare sauce, served with chips and rocket and kumera salad. Terjemahannya: ikan dan kentang goreng plus lalapan :D Kami membelinya di kafe dekat Kiama Visitor Centre. Lumayan mahal euy, tapi rasanya uenak banget (menurut saya loh). Si Ayah, yang berlidah Jawa (Timur!) tentu saja memilih menyantap nasi dengan gulai ayam, sumbangan dari teman-teman yang membawa bekal komplit dari rumah. Kalau saya sih suka banget dengan salad-nya, campuran daun rocket yang pahit, baby spinach, ketela kuning, tomat, bawang merah spanyol, keju dan saus segar.
Kenyang, kami berjalan kaki menuju motel melewati jalan setapak dengan pohon-pohon pinus di pinggirnya. Istirahat sebentar mengumpulkan energi untuk bermain di pantai. 
Nggak komplet rasanya liburan musim panas tanpa basah-basahan di pantai. Sejak sampai Kiama, Big A sudah ngebet pengen berenang di pantai. Sayangnya meski ini musim panas, cuaca agak mendung dan udara sejuknya masih terlalu dingin untuk main ke pantai. Tambahan lagi suhu air pantai yang masih sedingin es. 

Di motel tempat kami menginap ada kolam renang kecil berair asin. Meski dingin, Big A ngotot mengajak berenang. Saya tidak kuasa menolak ajakannya, menemani Big A masuk kolam sambil menggigil. Untung renangnya nggak berlangsung lama. Kami langsung mandi air hangat begitu selesai.

Saya pikir Big A sudah puas dengan berenang di kolam. Ternyata sorenya dia masih ingin ke pantai. Ini setelah kami bosan bengong duduk memandang pantai dari jendela kamar sambil ngemil. Karena Si Ayah masih nyenyak tidur siang, saya bawa anak-anak menyelinap dari motel, melewati pintu belakang dan menyeberang taman. Hanya perlu waktu dua menit untuk sampai di Surf Beach, pantai di belakang motel. Kami hanya berbekal handuk pantai saja untuk duduk-duduk.
Bermain pasir. Motel kami adalah bangunan hijau di belakang, paling kanan.
Surf Beach yang lengang
Big A dan Little A memandang ombak
Surf Beach ini pantai berpasir putih, merupakan ceruk kecil, tapi ombaknya lumayan besar. Sesuai namanya, pantai ini sering digunakan untuk berselancar. Saya sendiri heran, lumayan banyak orang yang berselancar di suhu air sedingin ini. Mungkin kalau sudah asyik di air tidak terlalu terasa dinginnya. Seperti Big A yang asyik bermain dengan ombak. Sementara Little A bermain pasir dan mengejar burung-burung camar. Sesekali Little A mengikuti kakaknya mengejar ombak.

Di musim panas, matahari baru terbenam pukul delapan lewat. Sekitar jam tujuh, pantai sudah mulai sepi, para peselancar sudah menggotong papan mereka pulang. Penjaga pantai juga sudah berkemas dan menggulung bendera mereka. Sudah hampir maghrib, tapi belum ada tanda-tanda Si Ayah bangun dan bergabung dengan kami. Akhirnya kami sudahi main di pantai dengan  berbilas di pancuran air bersih yang disediakan di pinggir pantai.
 
Esok harinya, dalam perjalanan pulang, kami sempat mampir ke pantai South Beach Wollongong. Kali ini Si Ayah yang bertugas bermain bersama anak-anak, sementara saya leyeh-leyeh membaca novel :)
~ The Emak

Comments

  1. indah sekali pemandangannya....
    jadi pengen ke sana,,,,
    kira-kira mahal gak ya biayanya,....

    ReplyDelete
  2. kalau dari Sydney sih gak mahal, cuma naik mobil sekitar 2 jam sudah sampai.
    yang lumayan mahal pesawat dari Indonesia ke Sydney-nya. pernah kutulis di sini, sila dibaca ya...

    http://www.thetravelingprecils.com/2011/06/tiket-pesawat-ke-australia-mahal-nggak.html

    ReplyDelete

Post a Comment

Follow Our Instagram @travelingprecils

Popular Posts

Mengurus Visa Schengen Untuk Keluarga

Pengalaman Memakai Grab Car di Bali

Pengalaman Pahit 'Diusir' dari Potato Head Bali

Pacaran di Paris

Makan Hemat di Kantin Karyawan Changi Airport